Hukum Seks Lesbi (Lesbian) Dalam Islam
Hukum Seks Lesbi (Lesbian) Dalam Islam
Sihaq (lesbi) adalah apa yang terjadi antara wanita dengan wanita berupa gesekan dua farji kemaluan wanita.
A. Definisi Lesbi
Berkata penulis kamus Al-Lisan (Lisaanul ‘Arab pada judul سحق.), “kata اَلسَّحْقُ artinya ialah yang lembut dan yang halus, dan مُسَاحَقَةُ النِّسَاءِ adalah kalimat lafal yang terlahir (darinya).”
Ibnu Qudamah berkata dalam kitabnya Al-Mughni (10/162), “Jika telah bergesek dua wanita maka keduanya melakukan zina yang terlaknat berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasanya Beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda,
” إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِِ “
“Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina.” tidak ada batasan dalam hal ini pada keduanya karena tidak ada ilaj (Ilaj ( إِيْلاجٌ ) ialah masuknya kepala zakar pria pada kemaluan wanita.) ( إِيْلاجٌ ) di dalamnya.
Maka hal itu serupa dengan mubasyaroh (Mubasyarah (مُبَاشَرَةٌ )ialah hubungan badan antara suami dan istri) ( مُبَاشَرَةٌ ) tanpa farji dan keduanya harus dihukum karena telah berbuat zina yang tidak ada batasan di dalamnya, persis dengan seorang lelaki yang menggauli wanita tanpa jima’ (hubungan intim).”
Al-Imam Al-Alusi berkata di dalam Ruhul Ma’ani, Jilid ke-8, hlm. 172-173, setelah berbicara tentang gay dan kejelekannya, beliau Rahimahullah berkata,
” وَأُلْحِقَ بِهَا السِّحَاقُ وَبَدَا أَيْضًا فِيْ قَوْمِ لُوْطٍ، فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَأْتِي الْمَرْأَةَ “
“Sihaq (lesbi) masuk dalam kategori liwat yang juga terjadi pada kaum Luth, yaitu seorang wanita menyetubuhi wanita.”
Dari Hudzaifah Radhiallaahu ’anhu,
“إِنَّمَا حَقُّ الْقَوْلِ عَلَى قَوْمِ لُوْطٍ حِيْنَ اسْتَغْنَى النِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ ، وَالرِّجَالُ بِالرِّجَالِ”
“Sesungguhnya benarlah ucapan (Allah Subhaanahu wa Ta’ala) atas kaum Luth tatkala kaum wanita (dari mereka) merasa cukup dengan para wanita dan kaum lelaki merasa cukup dengan para lelaki.” (Para perawi hadits ini terpercaya, hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’b Al-Iimaan dan oleh As-Suyuthi dalam Ad-Daar Al-Mantsuur (3/100)
Diriwayatkan dari Abu Hamzah, beliau berkata, ”Saya pernah mengatakan kepada Muhammad bin Ali bahwa:
“عَذَّبَ اللهُ نِسَاءَ قَوْمِ لُوْطٍ لِعَمَلِ رِجَالِهِمْ”’
“Allah ’Azza Wa Jalla mengadzab para wanita kaum Luth karena perbuatan para lelaki mereka?”
Kemudian, Muhammad bin Ali berkata:
“اَللهُ أَعْدَلُ مِنْ ذَلِكَ ، اِسْتَغْنَى الرِّجَالُ بِالرِّجَالِ ، وَالنِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ”
“Allah lebih adil dari itu (adanya adzab) karena, kaum lelaki telah merasa cukup dengan para lelaki dan kaum wanita telah merasa cukup dengan para wanita.” ( Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqi, Ibnu Abiddunya dan Ibnu ‘Asakir)
B. Hukuman Perbuatan Sihaq (Lesbi)
Kita telah melihat apa yang dinukil oleh sebagian (ulama) tentang hukuman Allah Subhaanahu wa ta’ala terhadap para wanita kaum Luth bersamaan dengan para lelaki mereka, yaitu ketika para lelaki merasa cukup dengan kaum lelaki maka hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun.
Meskipun Ibnul Qayyim berkata,
” وَلَكِنْ لاَ يَجِبُ الْحَدُّ بِذَلِكَ لِعَدَمِ الإِيْلاَجِ، وَإِنْ أُطْلِقَ عَلَيِهِمَا اسْمُ الزِّنَا الْعَامُ كَزِنَا الْعَيْنِ وَالْيَدِ وَالرَّجُلِ وَالْفَمِ “
“Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanya ilaj walaupun disematkan kepada keduanya (dimaksud oleh Ibnul Qayyim dengan ucapannya “kepada keduanya” ialah seorang lelaki menggauli lelaki lain dengan kemaluan tanpa adanya ilaj dan seorang wanita yang menggauli wanita lain maka tidak terjadi ilaj padanya.) nama zina secara umum, seperti zina mata, zina tangan, zina kaki, dan zina mulut.” ( Al-Jawaab Al-Kaafi, hlm. 201.)
Demikian juga, Selain beliau ada yang berkata,
” أَنَّهُ لَيْسَ فِيْهِ إِلاَّ التَّعْزِيْرُ “
“Tidaklah ada pada perbuatan lesbi, kecuali ta’zir” (Ta’zir adalah hukuman bagi para pelaku maksiat tidak sampai dibunuh.)
Akan tetapi, tidaklah hal tersebut menjadikan kita untuk menyepelekan dan menganggap remeh dosa lesbi karena seorang wanita jika menjalani dosa tersebut, ia telah meletakkan kedua kakinya di atas jalan pebuatan yang keji. Ia akan melakukan yang selain dari itu dengan lebih cepat, jika terbuka sebuah kesempatan (baginya). Dan jika hukumannya berupa ta’zir (hukuman selain dibunuh), apakah setiap wanita yang melakukan hal tersebut akan pergi untuk dita’zir dan disucikan atau hukumannya ditangguhkan sampai (datang) hari kerugian dan penyesalan?
وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ
“Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 34)
Sumber: Buku Seks Bebas Undercover (Halaman 84-87), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemanah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung. Dikutip dari Blog Al Akh dr. Abu Hana.
Dikutip dari: darussalaf.com Penulis: Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida Judul: Islam Bicara Tentang Sihaq (Lesbi)
Homoseksual dan Lesbian dalam Perspektif Fikih
Sikap Islam dalam masalah homoseksual dan lesbian sudah jelas. Mengharamkan! Termasuk Ijma’ para ulama tak pernah berselisih. [bagian pertama dari dua tulisan]
Oleh: L. Supriadi, MA *
‘Kurang syah, jika tak nyeleneh.’ Kalimat ini, barangkali tepat untuk dikatakan pada para aktivis gerakan Islam Liberal. Sikap nyeleneh itu, paling tidak disampaikan oleh Dr. Siti Musdah Mulia –yang katanya– guru besar UIN Jakarta baru-baru ini.
Dalam sebuah diskusi yang diadakan di Jakarta hari Kamis 27 maret 2008 lalu, tiba-tiba ia mengeluarkan pernyataan bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah kelaziman dan dibuat oleh Tuhan, dengan begitu diizinkan juga dalam agama Islam. (dilansir www.hidayatullah.com, Senin 31 maret 2008).
Tak hanya itu, Siti Musdah melanjutkan bahwa sarjana-sarjana Islam moderat mengatakan tidak ada pertimbangan untuk menolak homoseksual dalam Islam, dan bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan tendensi para ulama.
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya tidak ada yang baru dari pernyataan para aktivis liberal seperti Siti Musdah ini. Ia hanyalah pengulangan pemikiran teman-temannya di komunitas JIL (Jaringan Islam Liberal). Sekalipun isu atau wacana, yang dilontarkan berbeda tetapi gayanya hampir persis sama. Yang membuat ia berbeda adalah jarak rambahnya yang begitu jauh.
Beriringan dengan penghinaan dan penistaan media masa Barat terhadap Nabi Muhamad dan umat Islam. Isu yang disampaikan Musdah juga digulirkan oleh kaum Kristen dan Yahudi sekular-liberal Barat seperti di Belanda, Belgia dan Spanyol.
Sekalipun tulisan ini tidak bermaksud mengaitkan atau menghubungkan kepentingan-kepentingan antara JIL nya Siti Musdah dengan Barat, tetapi kita patut bertanya, ada apa dibalik ini semua?
Sebenarnya, apa yang disampaikan Musdah hanyalah ‘membeo’ Frank Van Dalen Ketua organisasi kaum homoseksual Belanda (COC) atau Boris Van Der Ham anggota parlemen dari partai sosial liberal Belanda yang menuntut persamaan hak para gay dan lesbian. Mereka juga mengecam gereja.
Yang mengherankan juga adalah antusiasme yang berlebihan untuk membela wacana tersebut di tengah ‘usaha’ segelintir orang yang tergabung dalam komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) untuk menuntut penyetaraan HAM, keadilan dan anti-diskriminasi.
Luth, Bible dan Sejarah Peradaban
Kalau kita telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual sudah muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth yang diutus untuk kaum Sadoum. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah nabi Luth.
Allah berfirman : Dan Luth ketika berkata kepada kaumnya: mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ‘Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” [QS Al-A'raaf:80-84].
Allah menggambarkan Azab yang menimpa kaum nabi Luth : “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim” [Hud : 82-83]
Semua ayat di atas secara jelas mengutuk dan melaknat praktik homoseksual karena bertentangan dengan kodrat dan kenormalan manusia.
Perlu diingat, sikap keras melaknat itu bukan hanya pada Islam. Namun juga pada agama Kristen.
Praktik homoseksual juga menjadi momok yang menakutkan di agama Kristen. Bibel menyebutnya sebagai ibadah kafir yang lazim dikenal dengan nama ‘pelacuran kudus’. Ia sangat mengutuk dan mengecam pelakunya karena itu bertentangan dengan moral.
Dalam Perjanjian Baru, Roma 1:26-27, Rasul Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang kristen sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus.
Dalam Imamat 20:13 berbunyi : ‘Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri’. Yang melakukannya diancam dengan hukuman mati.
‘Hombreng’ dan Fikih
Dalam khazanah keilmuan islam khususnya fikih, praktik homoseksual dan lesbian ?sering diplesetkan sebagai kaum hombreng mudah dicari rujukannya. Kelainan seksual yang dalam Islam ini sering disebut al faahisyah (dosa besar) yang sangat menjijikkan dan bertentangan dengan kodrat dan tabiat manusia. Oleh karenanya para ulama sangat mengutuk, mengecam dan mengharamkannya.
Kalau ditelusuri secara gramatikal (bahasa) tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya di namakan al liwath. Pelakunya di namakan al luthiy (lotte). Namun Imam Al-Mawardi membedakannya. Beliau menyebut homoseksual dengan liwath dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah. (lihat : al hawi al kabir karya al mawardi : juz :13 hal : 474-475)
Ibn Qudamah Al Maqdisi menyebutkan bahwa penetapan hukum haramnya praktik homoseksual adalah Ijma’ (kesepakatan) ulama, berdasarkan nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits. [al mughni juz :10 hal : 155].
Imam Al Mawardi berkata, “Penetapan hukum haramnya praktik homoseksual menjadi Ijma’ dan itu diperkuat oleh Nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits. [Kitab Al hawi al kabir, juz :13 hal : 475]
Mereka dalam hal ini berbeda pendapat mengenai jenis dan bentuk hukuman yang dikenakan kepada pelakunya. Itu timbul karena perbedaan dalam meng-interpretasi dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran, Al-Hadits dan Atsar (Fakta sejarah sahabat).
Ayat-ayat di atas (Al A?raf : 80-84 dan Hud : 77-83) secara jelas berisi kutukan dan larangan Allah SWT terhadap pelaku praktik homoseksual. Itu juga diperkuat oleh hadits-hadits berikut:
Hadits riwayat Ibn Abbas : ‘Siapa saja yang engkau dapatkan mengerjakan perbuatan homoseksual maka bunuhlah kedua pelakunya’. [ditakhrij oleh Abu Dawud 4/158 , Ibn Majah 2/856 , At Turmuzi 4/57 dan Darru Quthni 3/124].
Hadits Jabir : “Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” [HR Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits shahih isnad]
Hadits Ibnu Abbas : “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” [HR Nasa?i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337]
Perbedaan atsar (penyikapan baik dengan kata atau perbuatan) para sahabat adalah dalam menentukan jenis hukuman yang dikenakan kepada pelaku. Diantara perbedaannya adalah; membakarnya dengan api, menindihnya dengan dinding, dijatuhkan dari tempat yang tinggi sambil menimpuknya dengan batu, ditahan di tempat yang paling busuk sampai mati.
Para ulama fikih setelah menyepakati haramnya praktik homoseksual dan lesbian, mereka hanya berbeda pendapat mengenai hukuman yang layak diberlakukan kepada pelaku. Perbedaan hanya “menyakut dua hal”; Pertama: perbedaan sahabat dalam menentukan jenis hukuman, sebagaimana tersebut di atas. Kedua: perbedaan ulama dalam mengkategorikan perbuatan tersebut, apakah dikategorikan zina atau tidak? Dan itu berimplikasi terhadap kadar atau jenis hukuman yang dikenakan. [berlanjut bagian kedua: HIDAYATULLAH.COM]
*Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor di Universitas Islam Omdurman Sudan, Fakultas Syari?ah dan Qonun Jurusan Ushul Fikih. Sekarang berdomisili di Kairo Mesir.
Homoseksual dan Lesbian dalam Perspektif Fikih [2]
Sikap Islam dalam masalah homoseksual dan lesbian sudah jelas. Mengharamkan! Termasuk Ijma’ para ulama tak pernah berselisih. [bagian kedua habis]
Oleh: L. Supriadi, MA *
Dalam tulisan sebelumnya sudah dijelaskan tak ada perbedaan tentang hukum homoseksual dan lesbian dari para ulama fikih. Bahkan yang bersuber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Semua mengatakan, hukumnya haram. Perbedaan hanya pada soal bentuk hukuman.
Ulama dan hukuman
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik homoseksual tidak dikategorikan zina dengan alasan: Pertama: karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. unsur menyia-nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam praktik homoseksual. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual? adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah). [al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81]
Menurut Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua, tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur). Ketiga, tidak diperbolehkan dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menya-nyiakan) air mani. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti hukuman yang dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun. [dalam al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81]
Menurut Imam Malik praktek homoseksual dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi. [minahul jalil, juz : 19 hal : 422-423]
Menurut Imam Syafi’i, praktik homoseksual tidak dikategorikan zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan seksual terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam. Kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’i, Al Hasan dan Qatadah. [al majmu' juz : 20 hal : 22-24 dan al hawi al kabir, juz : 13 hal : 474-477]
Menurut Imam Hambali, praktik homoseksual dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai dua riwayat (pendapat): Pertama, dihukum sama seperti pezina, kalau pelakunya muhshan (sudah menikah) maka dihukum rajam. kalau pelakunya gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. (pendapat inilah yang paling kuat). Kedua, dibunuh dengan dirajam, baik dia itu muhshan atau gair muhshan. [al furu', juz :11 hal : 145-147, al mughni juz : 10 hal : 155-157 dan al inshaf juz : 10 hal : 178]
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa di antara landasan hukum yang mengharamkan praktik homoseksual dan lesbian adalah Ijma’. untuk mengetahui lebih jelas peran Ijma’ dalam menentukan suatu hukum, kita akan membahasnya secara sederhana.
Ijma’ Sebagai Konsep Hukum
Kalau kita telaah referensi-referensi yang menjadi sumber dasar penetapan hukum Islam, maka di antara instrument hukum tersebut adalah Ijma’. Posisi kekuatannya sebagai sumber hukum menempati urutan ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah. Ijma’ lahir dan muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Ijma’ merupakan kesepakatan para mujtahid (ahli ijtihad) setelah wafatnya Rasulullah terhadap suatu kasus hukum dalam suatu masa.
Jadi yang menentukan suatu hukum sudah menjadi Ijma’ atau belum adalah para mujtahid (ahli ijtihad) yang berkompeten dalam bidangnya. Dus, bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang memiliki syarat-syarat baku yang mendukungnya untuk memahami nash-nash (Al-Quran dan As-Sunah) dan mengaitkannnya dengan realita, seperti menguasai ilmu-ilmu seperti bahasa Arab, maqasidus syari’ah, fikih dan ushul fikih, ilmu tafsir dan lain sebagainya disebutkan dalam ushul fikih.
Sekalipun pintu ijtihad selalu terbuka, tetapi untuk urusan hukum, tidak semua orang bisa mengklaim dirinya mujtahid atau menganggap siapa saja boleh berijtihad. Apalagi merubah hukum yang sudah pasti kebenarannya.
Haramnya homoseksual dan lesbian ini, sudah menjadi Ijma’ (ketetapan ) ulama Islam. Artinya, tak ada diantara mereka yang berselisih. Jadi, tidak ada seorang ulamapun yang berpendapat tentang kehalala nya. Dan itu sudah menjadi ketetapan hukum sejak masa Nabi, sahabat sampai hari kemudian. Jadi tidak bisa diotak- atik -apalagi– dengan justifikasi rasional.
Islam meyakini bahwa segala perintah dan larangan Allah -baik berupa larangan atau perintah-tak lain bertujuan untuk menciptalan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Hatta, termasuk tujuan pelarangan praktik homoseksual dan lesbian yang dimaksudkan untuk memanusiakan manusia dan menghormati hak-hak mereka.
Sangat terlalu lengkap –kalau tidak boleh disebut kaya– hanya untuk menelusuri haram dan tidaknya soal homoseksual dan lesbian dalam Islam. Masalahnya agak aneh, jika doktor UIN seperti Musdah Mulia melewatkan begitu saja. Jikapun beliau tidak paham –mungkin karena keterbatasannya dalam ilmu fikih– lebih tepat sekiranya agak berhati-hati. Masalahnya, mengapa begitu memaksakan diri? lantas ada apa di balik itu? Wallahu a’lam [HIDYATULLAH.COM]
*Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor di Universitas Islam Omdurman Sudan, Fakultas Syari’ah dan Qonun Jurusan Ushul Fikih. Sekarang berdomisili di Kairo Mesir.
Hukum Ke Atas Gay Dan Lesbian ( Renungan Bersama )
Hukum Ke Atas Gay Dan Lesbian ( Renungan Bersama )
by Abu Hanifah on Friday, December 10, 2010 at 5:42pm
Menurut Islam, amalan seks sejenis ini dikeji dan di hina oleh Allah melalui firmanNya; “dan Nabi Lut juga (Kami utuskan). ingatlah ketika ia berkata kepada kaumnya: Patutkah kamu melakukan perbuatan Yang keji, Yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun dari penduduk alam ini sebelum kamu?
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk memuaskan nafsu syahwat kamu Dengan meninggalkan perempuan, bahkan kamu ini adalah kaum Yang melampaui batas”. (Surah Al-‘Araf : 80 - 81)
Dari firman Allah ini, Allah menggambarkan, tindakan homoseksual merupakan amalan “fawahisy” atau amalan yang keji. Menurut Imam Al-Qurtubi, makna fahsya’ adalah setiap kejahatan yang dilakukan, pelakunya akan dikenakan hukum hudud. (Tafsir Al-Qurtubi : 2/210) Begitujuga, Rasulullah SAW menyatakan golongan yang mendapat kemarahan dan kemurkaan Allah adalah antaranya golongan homoseksual.
Daripada Abu Hurairah RA, bersabda Nabi SAW; “Empat golongan berada dalam kemurkaan Allah di pagi dan petang, iaitu lelaki yang menyerupai perempuan, perempuan yang menyerupai lelaki, mereka yang melakukan setubuh dengan binatang dan mereka yang melakukan setubuh sesame lelaki (homoseksual)”(Kanz Al-Ummal : 12/31 : hadis no : 43982.)
HUKUMAN MEREKA YANG MELAKUKAN AMALAN SEKS SEJENIS
Melihat kepada perbincangan fiqh, didapati bahawa fuqaha’ ada membahaskan tentang hukuman yang akan dikenakan kepada pelaku seks sejenis ini. Didalam kitab qanun Jinayah Syar’iyyah, karangan Allayarham Tuan guru Dato’ Haji Sa’id Haji Ibrahim, hukuman mereka yang melakukan amalan liwat adalah sama seperti hukuman mereka yang berzina. Iaitu, sekiranya pelakunya itu adalah orang yang muhsan (telah merasai jimak yang sah), maka hukuman kepadanya adalah rejam sampai mati dan di sebat sebanyak seratus kali dan dibuang negeri selama setahun, jika pelaku tersebut itu ghair al-muhsan (tidak pernah merasai jimak yang sah). (Qanun Jinayah syar’iyyah : m/s 37)
Kenyataan ini berdalilkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA, sabda Nabi SAW; “Apabila mendatangi oleh lelaki terhadap lelaki (liwat), maka kedua-duanya adalah berzina”(Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra : 8/233 : hadis No : 16810)
Begitu juga hadis daripada Ibni Abbas RA, bersabda Nabi SAW ; Barangsiapa yang mendapatinya melakukan amalan kaum lut, maka bunuhlah pembuat dan yang kena buat”(Al-Mustadrak ‘ Ala Sahihain : 4/395 : hadis no : 8049) Adapun mereka yang melakukan amalan musahaqah (lesbian), hukuman yang dikenakan kepada pelakunya adalah dengan dijatuhkan hukuman takzir. (qanun jinayah syar’iyyah : m/s 38)
Jika diperhatikan kepada kandungan kisah yang tersebut didalam Al-Quran, Allah ada menyatakan tentang bagaimana kehancuran yang diberikan Allah terhadap Kaum Nabi Lut yang mengamalkan seks sejenis ini.
Firman Allah; “ (demikian juga) kaum Nabi Lut telah mendustakan peringatan dan amaran (yang disampaikan oleh RasulNya).*. Sesungguhnya Kami telah menghantarkan kepada mereka angin ribut Yang menghujani mereka Dengan batu, kecuali keluarga Nabi Lut, Kami selamatkan mereka (dengan menyuruh mereka keluar dari situ) pada waktu jauh malam, * sebagai limpah kurnia dari kami. Demikianlah Kami membalas orang-orang Yang bersyukur. * dan Demi sesungguhnya! Nabi Lut telah memberi amaran kepada mereka mengenai azab seksa kami; Dalam pada itu, mereka tetap mendustakan amaran-amaran itu”(Surah Al-Qamar : 33-36)
Dengan amalan seks sejenis yang dilakukan oleh kaum Lut itu menyebabkan Allah SWT telah menghancurkan mereka dengan membalikkan Negara mereka, lalu dihujankannya sehinggakan negara itu bertukar menjadi laut.
Firman Allah; “maka apabila datang (Masa perlaksanaan) perintah kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu diterbalikkan (tertimbus Segala Yang ada di muka buminya) dan Kami menghujaninya Dengan batu-batu dari tanah Yang dibakar, menimpanya bertalu-talu” (Surah Hud : 82)
Jelas dari firman-firman Allah diatas, betapa hancurnya kaum Nabi Lut disebabkan pengamalan seks sejenis yang diamalkan oleh mereka. Kehancuran yang sama juga tidak mustahil boleh menimpa umat Islam di zaman kini, sekiranya pengamalan seks sejenis ini tidak dibenteras. Semua pengamalan seks sejenis ini bermula dengan pergaulan bebas yang dilarang oleh Islam. Antara pergaulan bebas yang sedang menyerang umat Islam adalah pengamalan Hedonisme. "
Isu Kahwin Sejenis (Lesbian) | |
Dr. Haji Mat Saad Abd. Rahman, Fellow Kanan Syariah Pusat Syariah, Undang-undang & Sains Politik 28/06/2006 | Artikel Bahasa Malaysia | |
Sekali lagi kita didedahkan dengan isu hubungan seks luar tabi`i, tapi kali ini ia berlaku di Barat apabila seorang wanita yang mengamalkan hubungan ini telah berkahwin di Kanada dengan pasangannya yang juga seorang wanita. Mereka telah memohon pihak mahkamah United Kingdom supaya mengiktiraf perkahwinan mereka sebagai pasangan suami isteri yang sah (BH. 8hb, Jun 2006). Pada hari yang sama (8 Jun 2006) saya menerima panggilan talipon daripada seorang sahabat menyatakan bahawa seorang ibu mengadu kepadanya kerana mendapati anak perempuannya yang sedang menuntut di luar negara mengamalkan hubungan seks luar tabi`i ini bersama rakan sejenisnya. Ibu ini merasakan amat sedih dengan perkara ini yang belum pernah dialaminya; persoalannya sekarang, bagaimanakah cara untuk memulihkan anaknya itu supaya kembali menjadi insan yang mengikut fitrah asalnya dan apakah hukum syarak bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Jika kita menyorot ke belakang, beberapa bulan sebelum ini, kita telah dikejutkan dengan isu kahwin sejenis yang berlaku di Sarawak, tetapi pasangan yang dimaksudkan itu kedua-duanya adalah lelaki, di mana salah seorang di antaranya telah melakukan pembedahan plastik dan berjaya menukar jantinanya menjadi seorang perempuan. Perkahwinan mereka telah disahkan oleh salah sebuah gereja di negeri itu. Isu tersebut telah mendapat liputan dan juga maklumbalas yang meluas di kalangan pelbagai pihak di negara ini, termasuklah para ilmuan, mufti, ahli siasah dan lain-lain. Berbalik kepada perkara kahwin sejenis yang saya sebutkan tadi, iaitu kahwin di antara seorang wanita dengan seorang wanita lain, di dalam Islam, tidak ada apa yang dinamakan sebagai kahwin jika ia berlaku di antara dua orang yang sama jantinanya, seperti lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan. Perkahwinan yang disahkan Islam hanya boleh berlaku di antara seorang lelaki dengan seorang wanita sahaja dan tertakluk kepada kesempurnaan rukun dan syarat yang diperuntukan dalam sesuatu perkahwinan itu. Di kalangan para sarjana Islam, hubungan luar tabi`i yang berlaku di antara seorang wanita dengan wanita lain dinamakan sihaq atau musahaqah. Ia merupakan perbuatan yang bertujuan memuaskan nafsu seks masing-masing dengan cara yang tertentu (Enakmen Undang-undang Kanun Jenayah Syariah (II) 1993, (Hukum Hudud), Negeri Kelantn, fasal 19). Di dalam istilah sekarang ini, ia dinamakan lesbian. Oleh kerana dalam amalan ini tidak berlaku sentuhan di antara lelaki dan perempuan, maka tidak berbangkit apa yang kita namakan sebagai persetubuhan atau liwat. Kalaupun ada, mungkin dengan cara memasukan jari atau alat tertentu ke dalam kemaluan pasangannya. Dalam pengamatan saya, sekurang-kurangnya terdapat dua kesan buruk hasil daripada amalan ini, iaitu pertamanya ia akan menyebabkan kesan fizikal yang tidak sihat, iaitu sifat kemurungan, lemah tenaga dan pucat. Kedua ia menggalakan manusia lari dari sistem perkahwinan yang digalakkan agama Islam dan seterusnya akan meruntuhkan institusi kekeluargaan yang terhasil di sebalik disebalik sesuatu perkahwinan, dan yang akhirnya, jika amalan ini dibiarkan berterusan, akan menjadi penyebab utama kepada pupusnya zuriat manusia secara perlahan-lahan dari masa ke semasa kerana ketiadaan hubungan seks sebenar yang boleh menghasilkan zuriat manusia. Apakah pandangan syarak terhadap amalan ini dan apakah hukumnya terhadap mereka yang melakukannya? Amalan sihaq atau musahaqah merupakan amalan terkutuk di dalam Islam. Tidak ada ulama' yang mengatakan ianya sesuatu yang halal di sisi hukum syara�. Pengharamannya merujuk kepada firman Allah dalam surah al-Mu'minun, ayat 5-6 dan sebuah Hadis Rasulullah s.a.w. yang bermaksud: Seorang lelaki janganlah melepaskan nafsunya kepada seorang lelaki di dalam sehelai kain dan seorang perempuan janganlah melepaskan nafsunya kepada seorang perempuan dalam sehelai kain (Nail al-Autar, 6:16). Maksud Hadis ini amat jelas menunjukkan pengharaman liwat dan musahaqah di antara seorang perempuan dengan pasangan perempuannya. Sebahagian ulama' berhujah tentang pengharamannya dengan sebuah Hadis lain, iaitu sabdanya yang bermaksud: Apabila seorang lelaki mendatangi seorang lelaki (melakukan hubungan seks) maka kedua-duanya adalah penzina dan apabila seorang perempuan mendatangi seorang perempuan maka kedua-duanya adalah penzina (Nail al-Autar, 7:30). Hadis ini walaupun menggambarkan amalan ini sebagai perbuatan zina tetapi ia bukanlah zina yang dihukum dengan hukuman hudud (iaitu rejam atau sebat) kerana amalan ini tidak menyebabkan berlakunya kemasukan zakar ke dalam faraj. Ia adalah menyamai perbuatan seorang lelaki yang bercumbu dengan seorang perempuan tanpa melakukan persetubuhan. Justeru para ulama' mengatakan bahawa pesalah di dalam amalan ini hanya di kenakan hukuman ta`zir yang diserahkan kepada budibicara seorang hakim (`Abd al-Qadir `Audah, 2:368-369). Justeru, ia adalah satu kesalahan yang terdapat peruntukan hukuman dan pembalasannya di dunia ini, disamping pesalah akan mendapat pembalasan di akhirat sekiranya dia tidak mendapat pengampunan Allah. Bagi mereka yang terlibat dengan amalan luar tabi` ini perlu diberikan nasihat dan bimbingan secukupnya agar mereka sedar tentang kesalahan yang mereka lakukan dan kembali ke jalan yang diredai Allah serta menjalani kehidupan yang tabi`i. Asuhkan anak-anak mereka agar mencintai kebaikan, mengamalkan budaya yang sihat dan menghayati pekerti yang tinggi. Pisahkan mereka daripada rakan seamalan. Pindahkan mereka ke tempat lain yang mempunyai persekitaran yang selamat supaya mereka tidak berpeluang mengulanginya lagi. Sentiasa memantau gerak geri mereka agar ianya selamat serta sentiasa berdoa untuk mereka. Bekalkan mereka dengan pendidikan agama secukupnya.Dorongkan mereka mendekati Allah menerusi sembahyang, membaca al-Qur'an, berzikir, menghadiri majlis-majlis ilmu, ceramah atau seminar dan apa-apa aktiviti yang berkaitan dan lain-lain. Hukum Lesbian, Gay, Biseksual dan TransgenderPosted by Mohd Nasrul Hadi Bin Arbain Islam sememangnya berbeza dengan gaya hidup liar yang diterapkan oleh sistem sekularisme-liberalisme. Menurut mereka, perbuatan seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual dan transgender adalah dibolehkan kerana ia merupakan hak asasi manusia (HAM) dan sebahagian daripada kebebasan individu yang perlu dihormati dan dijaga oleh negara. Islam sama sekali tidak membenarkan apatah lagi bersetuju dengan selera murahan yang lebih hina daripada binatang itu. Perilaku lesbianisme, gay, biseksual dan transgender hukumnya adalah haram dalam Islam. Bukan sekadar itu, segala perbuatan haram dianggap sebagai perbuatan jahat/jenayah (al-jarimah) dan ia wajib untuk dihukum. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 8-10). Lesbianisme dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah as-sahaaq atau al-musahaqah. Definisinya adalah hubungan seksual yang berlaku di antara sesama wanita. Tidak ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahawa lesbianisme hukumnya adalah haram. Keharamannya antara lain berdasarkan kepada sabda Rasulullah SAW, "Lesbianisme adalah (bagaikan) zina di antara wanita" (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabani, dalam al-Mu’jam al-Kabir, 22/63). (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452). Lesbianisme menurut Imam Dzahabi merupakan dosa besar (al-kaba`ir). (Dzahabi, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir, 2/235). Hukuman untuk lesbianisme tidak sama dengan hukuman zina, tetapi ia termasuk di bawah hukuman ta’zir, iaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sesuatu nas yang khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada Qadhi (hakim). Ta’zir ini boleh dalam pelbagai bentuk seperti hukuman sebat/rotan, penjara, tasyhir dan sebagainya. (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452; Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 9). Homoseksual dikenali dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahawa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/348). Sabda Nabi SAW,"Allah telah mengutuk sesiapa saja yang membuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk sesiapa saja yang membuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang membuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth." (HR Ahmad, no. 3908). Hukuman bagi homoseks (gay) adalah hukuman mati. Tidak ada sebarang khilafiyah di antara para fuqaha khususnya para sahabat Nabi SAW seperti yang dinyatakan oleh Qadhi Iyadh di dalam kitabnya Al-Syifa`. Sabda Nabi SAW,"Sesiapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah kedua-duanya (yang meliwat dan yang diliwat)." (HR Al-Khamsah, kecuali an-Nasa`i). Para sahabat Nabi SAW hanya berbeza pendapat (khilaf) tentang cara perlaksanaan hukuman mati untuk gay. Menurut Ali bin Thalib ra, kaum gay harus dibakar dengan api. Menurut Ibnu Abbas ra, harus dicari terlebih dahulu bangunan tertinggi di sesuatu tempat, lalu dihumban pelaku gay tersebut dengan kepala menghala ke bawah, dan setelah sampai di tanah dilemparkan pula dengan batu. Menurut Umar bin Khattab ra dan Utsman bin Affan ra, gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok ke atasnya sampai mati. Memang para sahabat Nabi SAW berbeza pendapat tentang cara perlaksanaanya, namun semuanya sepakat bahawa gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 21). Biseksual pula adalah perbuatan haram yang dilakukan terhadap kedua-dua jenis jantina. Jika dilakukan terhadap berlainan jantina, ia adalah zina. Jika dilakukan dengan sesama jenis, ia tergolong sebagai homoseksual (gay) jika dilakukan di antara sesama laki-laki, manakala jika dilakukan dengan sesama wanita, ia tergolong sebagai tergolong lesbianisme. Kesemuanya adalah perbuatan maksiat dan haram, tidak ada satu pun yang dihalalkan di dalam Islam. Hukumannya disesuaikan dengan faktanya masing-masing. Jika tergolong sebagai zina, maka hukumannya adalah direjam (dilempar dengan batu) sampai mati, jika pelakunya adalah muhsan (sudah bernikah). Bagi yang belum bernikah, ia disebat sebanyak seratus kali.. Jika tergolong dalam homoseksual (gay), hukumannya mati. Jika tergolong dalam lesbianisme, hukumannya ta’zir. Transgender adalah perbuatan menyerupai jantina yang lain, sama ada dalam percakapan, berpakaian mahupun perbuatan, termasuklah dalam aktiviti seksual. Islam mengharamkan perbuatan menyerupai jantina yang berlainan jenis sesuai dengan hadis bahawa Nabi SAW mengutuk lelaki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai lelaki (HR Ahmad, 1/227 & 339). Hukumannya, jika sekadar melalui percakapan atau berpakaian yang menyerupai jenis yang berlawanan, ia perlu diusir dari daerah atau perkampungan. Nabi SAW telah mengutuk orang-orang pondan (mukhannas) dari kalangan lelaki dan orang-orang tomboy (mutarajjilat) dari kalangan perempuan. Nabi SAW berkata,"Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian." (akhrijuuhum min buyutikum). Nabi SAW pernah mengusir fulan dan Umar ra juga pernah mengusir fulan (atas perbuatan tersebut). (HR Bukhari no 5886 dan 6834). (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306). Jika transgender melakukan hubungan seksual, maka hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika hubungan seksual terjadi di antara sesama lelaki, maka dijatuhkan hukuman homoseksual (gay). Jika terjadi di antara sesama wanita, dijatuhkan hukuman lesbianisme. Jika hubungan seksual dilakukan dengan yang berlainan jantina, dijatuhkan hukuman zina. Dalam Islam, memang ada golongan yang dikenali dengan istilah khunsa, atau hermaphrodit, iaitu seseorang yang mempunyai dua alat kelamin. Mereka memang diakui dan disebut dalam fiqih Islam. Namun, ini sama sekali berbeza dengan transgender, kerana golongan transgender hanya mempunyai satu alat kelamin yang jelas dan sempurna, tetapi mereka berperilaku atau menukar alat kelamin mereka supaya menyerupai jantina yang berlawanan jenis dengannya. Berdasarkan penjelasan di atas, adalah jelas bahawa lesbianisme, gay, biseksual dan transgender adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam, sekaligus ia merupakan kemaksiatan yang wajib dijatuhkan hukuman yang tegas. Yang berhak menjatuhkan hukuman adalah Imam (Khalifah) dalam negara Khilafah yang mana ia akan menerapkan dan menjalankan syariah Islam secara kaffah (keseluruhan). Realitinya, Khalifah sekarang sudah tidak ada sejak hancurnya Khilafah di Turki pada tahun 1924. Maka adalah menjadi tugas dan kewajiban bagi kita seluruh umat Islam untuk mengembalikan semula Khilafah di atas muka bumi ini sekali lagi sebagai Khilafah yang mengikuti minhaj an-nubuwwah (jalan kenabian). Khalifah itulah nanti yang akan menjalankan syariah Islam secara kaffah, termasuk menjatuhkan hukuman-hukuman yang tegas untuk manusia-manusia hina yang melakukan perbuatan lesbianisme, gay, biseksual dan transgender. Wallahu a’lam lesbian
Hukum Homoseksual dan lesbian |
Salam ..
BalasPadamSaye nak tanye .. adakah para lesbian ni takan masuk ke syurga buad selamanya ? Kalau kita setakat bercinta tetapi tidak melakukan seks sejenis , bagaimana ek ?
Kalau setakat bercinta tetapi tidak mengadakan hubungan seks adakah tidak dapat ke syurga ????
BILA DILARANG BAIKLAH DITINGGALKAN...KEMUNGKARAN JIKA DIKEKALKAN IA BERTAMBAH BESAR..DOSA YANG BERKEKALAN DIKHUATIRI AKAN TERJEBAK DENGAN KEKUFURAN...ELOK SAUDARI JAUHKAN...SERTA BERTAUBAT..SYAITAN MEMANG SENTIASA MENGAMBIL KESEMPATAN DARIPADA KITA YANG JAHIL AGAMA
BalasPadamassalamualaikum,
BalasPadamsaye sudah mendirikan rumahtangga selama 4 tahun dan punyai 2-org cahaya mata.disini saya ingin bertanya,apa hukumnya disisi agama apabila seorang isteri ingin melakukan sifat lesbian? sedangkan zahir dan batin telah saya berikan mengikut kehendak si isteri.tetapi sifat lesbian si isteri masih mendorong pada dirinya.saya terasa diri saya ni DAYUS,tidak pandai mendidik seorang isteri sedangkan isteri-isteri yang lain bahagia dgn suami beliau..berikan pendapat dan pandangan tuan/puan.
MAAF SDRA REEZ,
BalasPadamLAMBAT MEMBERI RESPON...DISEBABKAN KESUNTUKAN MASA SERTA LUPA DAN TERLEPAS PANDANG...
UNSUR DAYUS TU MEMANG ADA...BERDOALAH PADA AGAR ISTERI MEMBUANG SIFAT YG TAK ELOK TU...SERING BAWA ISTERI KE MAJLIS2 DISURAU2 ATAU MASJID...BELIKAN CD2 AGAMA YANG BOLEH MENGUBAH SIKAP ITU...AMALKAN DOA NI...DOA KETIKA SUJUD...HANYA DOA DIDALAM HATI...
BEGINI:
Ya Allah pisahkan isteriku dari sifat@peragai lesbiannya...sebagaimana Engkau pisahkan bumi dengan langit...sebagaimana Engkau pisahkan syurga dengan neraka...sebagaimana Engkau pisahkan iman dengan kufur...Ya Allah makbulkan doa ku ni...amin ya rabbolalamin...doalah dan buat sekerap mungkin.InsyaAllah ada perubahan